Rabu, 13 Maret 2013

Menyibukkan Kenangan


Akan kuceritakan ini untukmu, wahai sang penjaga malam.


Ini bukan hanya sekedar keluh kesah dariku, yang sungguh masih betah dalam diam.

Yang masih rela membiarkan sakit pada kerinduan dan tetap muncul.
Ya. Sesungguhnya kisah telah cukup letih menyematkan diri dalam keragu-raguanku.
Ah, bukan. Bukan kisah. Tapi kenangan.
Kenangan yang kadang menyergap, menodong kebodohanku yang masih saja mengharap kenangan lain datang menjejal khayal.


Bahkan ketika kenangan menghadirkan sosoknya….
Menggambarkannya masih sama seperti masa lalu.
Tetapi, ketakutan-ketakutan memeluk. Seperti dulu.


Ketika kenangan yang menghadirkannya lungsai pada prinsip-prinsip. Mendeskripsikannya seperti pendosa.


Salahkah jika (berusaha) melupakan adalah pilihan?


Karena melupa, terkadang diri telah diperbudak kesibukan. Ah,sibuk. Sibuk. Sibuk. Sibuk.


Menjadikan (alasan) sibuk sebagai pemberi batasnya?


Sibuk hanya untuk alasan melupakan?


Atau berpura-pura sibuk?


Akan tetapi. Jikalau kenangan tak menyengaja berpura-pura menampakkan seringai dalam waktu, masihkah sibuk menyegera datang untuk menghalang?


Masihkah (kepura-puraan) itu bertahan?



Dalam penanda malam yang (menyibukkan)
VAA Makassar, 13 Maret 2013