Akan kuceritakan ini untukmu, wahai sang penjaga malam.
Ini bukan hanya sekedar keluh kesah dariku, yang sungguh
masih betah dalam diam.
Yang masih rela membiarkan sakit pada kerinduan dan tetap
muncul.
Ya. Sesungguhnya kisah telah cukup letih menyematkan diri
dalam keragu-raguanku.
Ah, bukan. Bukan kisah. Tapi kenangan.
Kenangan yang kadang menyergap, menodong kebodohanku yang
masih saja mengharap kenangan lain datang menjejal khayal.
Bahkan ketika kenangan menghadirkan sosoknya….
Menggambarkannya masih sama seperti masa lalu.
Tetapi, ketakutan-ketakutan memeluk. Seperti dulu.
Ketika kenangan yang menghadirkannya lungsai pada
prinsip-prinsip. Mendeskripsikannya seperti pendosa.
Salahkah jika (berusaha) melupakan adalah pilihan?
Karena melupa, terkadang diri telah diperbudak kesibukan.
Ah,sibuk. Sibuk. Sibuk. Sibuk.
Menjadikan (alasan) sibuk sebagai pemberi batasnya?
Sibuk hanya untuk alasan melupakan?
Atau berpura-pura sibuk?
Akan tetapi. Jikalau kenangan tak menyengaja berpura-pura
menampakkan seringai dalam waktu, masihkah sibuk menyegera datang untuk
menghalang?
Dalam penanda malam
yang (menyibukkan)
VAA Makassar, 13 Maret
2013