Selasa, 23 Juli 2013

Kabut



Pada sesenggukan waktu
Yang melerai asa dan harapan
Ada kisah disini
Yang juga menggabungkan cerita-cerita, kami
Pada sepuluh pemikiran
Sepuluh rasa 
Sepuluh tujuan
Sepuluh langkah
Sepuluh asa
Ada yang membuatnya mengabut
Meremangkan gerak yang berpadu
Ada picik yang menyelubung
Ada tulus yang berjarak, memantik masa
Ada sapa ramah
Ada diam yang tak mengharapkan kekata
Ada keinginan yang terpendam untuk kembali menjangkau masa 
Menjangkau dekat yang mengabur
Pada tuntutan-tuntutan yang menginjak
Kewajiban. Ya, kewajiban yang mengiba pada gelar dan pandangan
Kita
Bahwa sesungguhnya terjebak pada sakral “pengabdian” dibeberapa waktu dan zona asing
Kita 
Menyatukan sulitnya keping pada dinding-dinding kayu
Mengikuti beberapa harapan-harapan pribumi
Bahkan hanya sekedar ucapan terima kasih dan lengkungan bibir sumringah
Juga jamuan-jamuan pengisi perut
Ada sesangkaan yang cukup tak menjangkau 
Pada tepisan-tepisan yang membalik
Dan dari ketulusan yang membagi-bagi logika
Ya. Ada cerita disini
Tentang fajar yang membawa gigil
Tentang malam yang merobek mimpi
Juga tentang senja yang menjadikan waktu meranum jingga
Ya. Cerita masih akan tetap disini
Jika tapak-tapak kaki kita beranjak, kembali meniti asa dalam jejaran metropolitan “kota daeng”, kampus oranye
Jika rasa yang sempat membelai prinsip yang mengukuh
Jika prasangka-prasangka atas tanggung jawab 
Kita 
Sesunguhnya masih saja membuai dalam kehangatan jalinan ukhuwah
Yang masih betah membagi-bagi potongan-potongan topeng wajah.




Yang menginspirasi kabut
 
Labae-Watampone, 22-23 Juli 2013


(KKN UNM  Angk. XXIX 2013, Posko IV, Desa Labae, Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng)