Pada sesenggukan waktu
Yang melerai asa dan harapan
Ada kisah disini
Yang juga menggabungkan cerita-cerita, kami
Pada sepuluh pemikiran
Sepuluh rasa
Sepuluh tujuan
Sepuluh langkah
Sepuluh asa
Ada yang membuatnya mengabut
Meremangkan gerak yang berpadu
Ada picik yang menyelubung
Ada tulus yang berjarak, memantik masa
Ada sapa ramah
Ada diam yang tak mengharapkan kekata
Ada keinginan yang terpendam untuk kembali
menjangkau masa
Menjangkau dekat yang mengabur
Pada tuntutan-tuntutan yang menginjak
Kewajiban. Ya, kewajiban yang mengiba pada gelar dan
pandangan
Kita
Bahwa sesungguhnya terjebak pada sakral “pengabdian”
dibeberapa waktu dan zona asing
Kita
Menyatukan sulitnya keping pada dinding-dinding kayu
Mengikuti beberapa harapan-harapan pribumi
Bahkan hanya sekedar ucapan terima kasih dan
lengkungan bibir sumringah
Juga jamuan-jamuan pengisi perut
Ada sesangkaan yang cukup tak menjangkau
Pada tepisan-tepisan
yang membalik
Dan dari ketulusan yang membagi-bagi logika
Ya. Ada cerita disini
Tentang fajar yang membawa gigil
Tentang malam yang merobek mimpi
Juga tentang senja yang menjadikan waktu meranum
jingga
Ya. Cerita masih akan tetap disini
Jika tapak-tapak kaki kita beranjak, kembali meniti
asa dalam jejaran metropolitan “kota daeng”, kampus oranye
Jika rasa yang sempat membelai prinsip yang mengukuh
Jika prasangka-prasangka atas tanggung jawab
Kita
Sesunguhnya masih saja membuai dalam kehangatan
jalinan ukhuwah
Yang menginspirasi
kabut
Labae-Watampone,
22-23 Juli 2013
(KKN
UNM Angk. XXIX 2013, Posko IV, Desa
Labae, Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng)