Kamis, 19 Januari 2012

Payung Warna-warni


Oleh: Dewitiani AR

Berakhirlah sudah semua kisah ini dan jangan kau tangisi lagi….
Sebab rasaku tlah mati untuk menyadarinya…*
Terhentak dari lamunan. Suara lelaki muda yang berpadu dengan petikan gitar, memaksa helaian angin membawa nadanya dipendengaran Syam. Hanya bergeming. Beberapa orang yang lain, hanya duduk termangu mendengar sepotong lagu pop itu. Tak ada respon. Bahkan beberapa di antaranya mengalihkan pandangan. Tak acuh.
Syam, mencoba menikmati alunan itu. Beberapa detik. Kemudian tersenyum setelah meresapi. Lalu merogoh uang pecahan dua ribu rupiah dari dalam saku tasnya. Diberikannya pada pengamen itu, sembari membalas senyuman.
“ Terima kasih banyak, Mbak.”
Hanya bisa mengangguk. Disertai sudut matanya yang ikut tersenyum. Pete-pete yang ditumpanginya kemudian kembali melaju dengan kencangnya.
Kota Makassar. Siang itu terhias dengan cahaya garangnya yang gerah. Seakan menggigit kulit, mengajak peluh membasahi tubuh. Awan sembari menyimpan kilatan matahari yang membuat langit semakin biru laut. Hiruk kota menggema. Menghiasi kesibukan manusia yang menantang kerasnya karang kehidupan.
Letih tergurat dari wajahnya. Namun, ada sepotong kebahagiaan dari rautnya. Mungkin karena sesuatu yang berhasil dicapainya. Sebuah hadiah kecil yang diberikan mentor tarinya, karena ketekunannya latihan menari. Senang berhiaskan keceriaan.
Seakan tak sabar ia mengabarkan hal itu pada ibunya di rumah. Membayangkan senyum dan tawa bangga ibunya.
***
Subuh menghiasi kaki langit dengan magenta. Siluetnya turut menyapa tetesan bening yang dipangku perdu. Namun, ada gumpalan gelap awan yang bersembunyi di antara bias pagi yang akan terbit. Tak nampak cerah. Muram.
Tok….tok….tok….
Ketukan pintu di salah satu kamar, membahana dari keheningan rumah sederhana nan asri itu. Pintunya terbuka diiringi suara berderit. Pandangan Syam masih kabur. Sembari mengucek-ngucek matanya, mulutnya terus menguap lebar. Melepas rasa kantuknya yang masih menggoda.
“ Subuh, sayang. Ayo segera bangun, terus shalat ! Nanti kamu telat ke sekolahnya loh!” sesosok wanita lembut, membangunkannya dari peraduannya yang cukup nyenyak.
Disertai anggukan, senyum turut terbit dari keduanya. Syam mendengar ucapan ibunya. Tapi hanya bisa menjawabnya dengan senyuman dan isyarat tangan. Ia tak tuli. Namun tak mampu menjawab semuanya dengan ucapan dari kedua bibir dan suaranya.
Ada sesuatu yang istimewa bagi dirinya, kala menyambut subuh disetiap hari. Impian. Tapi bukan mimpi. Sesuatu yang selalu dipanjatkan tiap-tiap serpihan doanya. Ia yakin di saat subuh, saat pergantian peran para malaikat-malaikat Ilahnya itulah, tiap-tiap doa khusyuk yang terpatri dalam jiwa kelak akan di-ijabah.
Ia hanya ingin kemampuan verbalnya, terdengar dari kedua bibirnya dengan sempurna. Hanya itu. Tidak lebih. Karena ia ingin di setiap hari, tak ada lagi yang menatapnya dengan aneh ketika mengetahui kekurangannya. Tak ada lagi yang menatap risih, atau pun menatap dengan penuh rasa kasihan jika mengetahui bahwa ia seorang tunawicara. Ya. Ia hanya ingin hidup normal seperti manusia yang lainnya.

***
Pagi itu, suasana jalanan masih lengang. Dingin merambat, angin menghembuskan dedaunan gugur dengan indah gemulai. Masih seperti tadi. Awan abu-abu belum jua mengizinkan bias cahaya si surya yang akan nampak.
Setelah berpamitan dengan ibunya, dan juga ayahnya yang masih setengah terlelap, ia mulai beranjak meninggalkan rumah sederhana itu. Terlihat agak tergese-gesa. Mungkin karena semangatnya yang tak henti redup.
Melewati blok-blok di kompleks rumahnya, ia bertemu dengan beberapa pengguna sepotong jalanan yang setiap pagi menawarkan beberapa macam makanan. Jajanan pasar, kue-kue, ataupun beberapa macam nasi. Tapi semua ditolaknya dengan gelengan kepala dan lambaian tangan. Menolak, karena ia sudah sarapan sebelum keluar rumah, ditambah bekal untuk makan siang yang disediakan ibunya di dalam tasnya.       
Baru berjalan melewati tiga blok dari rumahnya, tiba-tiba angin bertiup menabrak semua yang dilaluinya. Menghempaskan dedaunan yang tadi masih tergeletak lemas. Tangkai-tangkai pohon di sisi jalan, beberapa di antaranya luruh terkena tamparan angin. Awan gelap yang berarak, perlahan menghiasi langit. Gemuruh guntur seketika menggelegar.
Tiba-tiba ia teringat, lupa membawa sesuatu. Payung! Tanpa berpikir panjang, dengan setengah berlari, langkah kakinya berbalik arah menuju ke rumah. Diterobosnya hempasan angin kencang yang seakan menerbangkan tubuh kurusnya. Kemudian ia berlari. Terus berlari. Hingga titik-titik rinai perlahan membasahi tubuhnya.
Lima menit waktu yang cukup membawanya kembali ke rumah, ketika hujan mulai membasahi tanah dengan arakannya yang berlomba lebat. Masih dengan tergesa-gesa, diketuknya pintu rumah sederhana itu. Berharap ada yang membukakannya dan memberinya sebuah benda yang dibutuhkannya.
Prang…! Prang..! dhuk..! dhuk..!
“ Aaahh….!”
Sayup-sayup terdengar teriakan dari dalam, disertai geraman kekesalan yang diikuti suara pecah.
Mendengar hal itu, tiba-tiba matanya terbelalak. Beberapa firasat buruknya muncul tersentak.
Secepatnya, ia langsung mengintip dari jendela yang posisinya berada di sebelah kanan pintu. Kemudian ia tak menyangka sama sekali, firasat buruknya benar-benar terjadi. Di matanya, terlihat jelas sebuah peristiwa yang langsung menohok hatinya.
Seorang wanita terlihat merintih kesakitan disertai tangis. Tubuhnya dipukuli dengan membabi buta. Rambutnya dicengkeram, tertarik. Sumpah serapah juga didapatinya.
Tak kuat menyaksikan peristiwa itu, dengan emosi dan kemarahan yang cukup dalam, ia kembali mengetuk-ngetuk pintu rumahnya. Tapi dengan ketukan yang lebih keras. Seakan memaksa untuk dibukakan.
Mendengar ketukan yang panjang, lelaki bertubuh besar dan berkulit legam itu, seketika terperanjat. Ia menoleh dan menghempaskan tubuh wanita yang telah dianiayanya. Kemudian membuka pintu dengan serampangan.
Didapatinya sesosok gadis kecil dihadapannya yang sudah bercucuran air mata. Darah dagingnya, Syam.
Tanpa berpikir panjang dan tidak menghiraukan yang ada dihadapannya, Syam langsung menyeruak menghampiri sesosok wanita yang telah lemah terduduk di sudut ruangan. Tangisnya semakin pecah, ketika melihat cairan merah mengaliri sudut bibir ibunya yang terluka lebam membiru.
Ia menangis sejadi-jadinya, dan memeluk tubuh ibunya dengan rasa duka mendalam. Dalam keadaan seperti itu, ibunya yang lembut berusaha menenangkannya.
“ Syam, jangan nangis nak. Ibu tidak apa-apa kok. Kamu pulang, mau ambil payung ya? Tunggu, ibu ambilkan.”
Bergegas, dengan langkah yang tertatih-tatih sambil menahan sakit, ibunya berjalan menuju ruang tengah. Tempat payungnya tersimpan.
Setelah mendapat benda yang dicari, tanpa disangka-sangka, sosok laki-laki bertubuh besar dan berkulit lebam itu langsung merampas payung yang dipegang ibunya.
“ Hei..! untuk apa kamu masih memperhatikan anak cacat ini?! Hahh! Anak tak ada gunanya! Menambah beban hidup saja!” kemarahannya semakin tersulut.
Mendengar putrinya dikatakan seperti itu, emosi ibunya pun memuncak.
Daeng, jangan katakan hal itu pada anakmu sendiri! Kenapa Daeng tega mengatakan hal itu di depannya?!  Bagaimanapun juga, dia darah dagingmu sendiri, Daeng! Tolong, jangan jadikan ia pelampiasan karena ia anak kita.”
“ Alaah..! beraninya kamu menantangku, Hahh!”
Tanpa diduga, lelaki itu mengancang memukul istrinya dengan payung yang dipegangnya tadi. Tapi istrinya berhasil menghindar. Tak puas karena perhitungannya melesat, lelaki itu kembali mencoba memukuli istrinya.
Mendadak, Syam berusaha menghalangi ayahnya. Namun, ia mendapat imbas dari niat baiknya. Dengan beringas, ayahnya memukuli tubuh kurusnya yang lemah dengan payung itu. Payung warna-warni kesayangannya yang dibelikan ibunya setahun yang lalu.
Ia tak tampu melawan. Ibunya pun mencoba menghalangi ayahnya yang terlanjur berang sejak tadi. Tubuhnya perlahan melemah. Ingin ia teriakkan kesakitannya, namun rintihannya tak mampu terucap. Hanya terdiam dengan lelehan cairan bening dipipinya. Tubuhnya ambruk.
Lamat-lamat, terdengar namanya disebut.
“ Syam..Syam.. bangun, bangun Nak!” tubuhnya diguncang-guncang.
Terlihat wajah ibunya yang berusaha membangunkannya untuk kuat. Lalu pandangannya Syam mulai goyah.
“ I.. ibu….”
“Nak, Nak, bangun Nak!” dalam tangisnya sekilas ada senyum ketika mendengar dirinya disebut. Walau hanya terdengar samar-samar.
Rasa sakit perlahan menjalar ke sekujur tubuh Syam. Gelap.

***
“ Syam…! Ayo kita pulang nak!” suaranya masih  teringat jelas. Senyumnya masih melekat erat diingatanku.
Aku menggeleng keras, menolak ajakannya untuk pulang ke rumah.
“ Ayolah Nak, nanti kamu sakit  kalo terlalu lama main hujan-hujanan. Ibu menunggu di rumah. Jangan sampai Ibu marah ya..!” dengan tersenyum, tubuh mungilku digendongnya. Aku sedikit meronta  dan tersenyum lepas. Masih terlihat jelas  rintik-rintik hujan menerpa payung warna-warni yang dipegangnya.  Kupeluk erat lehernya. Perlahan terlihat menjauh, taman tempatku bermain.
Perlahan pita seluloid kisahku berhenti berputar dari sebagian tidur panjangku. Cahaya putih menyilaukan sontak membangunkanku. Putih.
“ Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Nak.” kulihat senyum ibu yang seketika menenangkanku.
Aku hanya tersenyum, melihatnya yang juga tersenyum bahagia.
Di kamar yang seluruhnya berwarna putih dan terdapat beberapa alat medis, tubuhku tergolek lemah. Kudengar cerita ibu, sejak dua hari yang lalu aku dirawat di sini. Karena perilaku biadab ayahku.
Esoknya, kulihat televisi yang menayangkan berita tentang pelaku KDRT yang melibatkan anak dan istrinya. Ia diduga stres karena baru sebulan di-PHK. Tersangka dijebloskan ke bui karena memukuli istri dan anaknya yang tunawicara dengan menggunakan payung, hingga mengalami kritis. 


VAA Makassar, Januari 2012

***

*Lagu - Tapi Bukan Aku (Kerispatih)

Keterangan:
Daeng: sebutan kakak/abang dalam bahasa Makassar
Pete-pete: sebutan transportasi masyarakat (angkot) dalam bahasa Makassar /Bugis.

Selasa, 17 Januari 2012

Luruh

Tertulis untaian kata pada kondisi hati.
Sibaknya tak mampu tertoreh
Sengau, muak, risih....
Risau, sesal
Izzah yang terkuak
Ada ramah dalam ujarnya
Kadang mengelak tergelak
Pudar
Terseok
Tersusut iman dalam topengnya
Serasa semu
Tak terlihat pada tembikar keimanan
Tersembunyi di balik hijab
Yang kini menggaung
Mungkinkah mengelak kecemasan hati ?
Malu
Resah
Takut !
Ia datang dalam relung-relung hidup
Perlahan meraba benteng hati
Mengalihkan riak jiwaku pada-Nya
Sang penegas masa
Mampukah kututup luka ini ?
Dari kisah palsu iman !
Bak serigala seakan menerkam ragaku
Terkekeh dalam keluguanku
Dosa !
Tetesan airmata perayu naluri
Luluh
Tertatih
Rabb....
Maha pembolak-balik hati
Jangan Engkau sangsikan kesungguhan
Yakin akan takdirmu
Bukan.
Karena bukan ia penguat dien-ku
Tapi pilihan-Mu.

_VAA Makassar, 14.01.2011

Sabtu, 07 Januari 2012

Dimuat Lagi ! ( Opini Harian Tribun Timur Makassar, 7 Januari 2012)


Quantum Learning dan Fenomena LBB
Oleh: Ismi Kurnia Dewi Istiani

Melepas akhir semester pembelajaran di sekolah, merupakan salah satu momen yang agak menakutkan untuk dihadapi para siswa. Betapa tidak, semester akhirlah yang menentukan mereka lulus atau tidaknya di bangku sekolah. Tentunya melalui proses Ujian Nasional (UN) yang sebagian besar meningkatkan stres pada siswa.
Kota Makassar yang cukup dikenal sebagai kota pelajar di Provinsi Sulawesi Selatan, saat ini telah menjamur beberapa (bahkan banyak) lembaga bimbingan belajar (LBB) yang menawarkan berbagai program untuk mengatasi masalah belajar siswa.
Bahkan saat ini sangat diminati oleh para calon “mahasiswa” putra daerah yang memilih kuliah diperguruan tinggi negeri di Makassar atau pun di pulau Jawa. Bagaimana tidak, anggapan belajar di LBB menyenangkan dan menguntungkan saat ini sangat melekat bagi kehadiran LBB yang telah ‘menjamur’ di kota-kota besar.
Banyak pula orang tua yang mengikutkan anaknya belajar di LBB karena si anak memiliki masalah dalam belajar bahkan prestasi yang tidak meningkat, meski harus membayar biaya bimbingan hingga jutaan rupiah.
Mengapa demikian? Karena LBB menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan, efektif, dan efisien yang saat ini dikenal dengan sebutan Quantum Learning.
Sejarah Quantum Learning
            Pencetus utama pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter. Prinsip pembelajaran kuantum pertama kali diterapkan dalam sekolah bisnis Burklyn yang didirikan pada akhir tahun 1970. Burklyn adalah sekolah bisnis yang mengajarkan materi konvensional dengan cara-cara yang tidak biasa. Inti metodenya menggabungkan upaya memperkuat tubuh, memperkaya jiwa, sekaligus mendidik pikiran. Selanjutnya prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning semakin menemukan bentuknya ketika Bobbi DePorter bersama timnya mengembangkan SuperCamp pada awal 1980-an.
SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak di Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat, didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembangan potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja, hingga saat ini.
Setelah mengikuti perkemahan selama sepuluh hari, motivasi belajar peserta meningkat, nilai belajar di sekolah semakin tinggi, mereka lebih percaya diri, harga diri meningkat, dan keterampilan belajar pun berkembang. Dari sukses itulah, kegiatan SuperCamp kemudian diadakan di berbagai tempat melalui Learning Forum. Perkembangan Quantum Learning memang tidak terlepas dari Supercamp. Kurikulum SuperCamp merupakan kombinasi harmonis dari tiga unsur: keterampilan akademis, prestasi fisik dan keterampilan hidup (life skill). Ketiga unsur kurikulum tersebut diarahkan untuk mewujudkan tiga hal: penumbuhan rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan. Dalam Quantum Learning, tiga aspek yang menjadi sasaran tujuan SuperCamp tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi berbagai bidang keterampilan seperti: bersikap positif, motivasi belajar, menemukan cara belajar yang tepat, menciptakan lingkungan belajar sempurna, membaca cepat, membuat catatan efektif, berpikir kreatif, mengembangkan kemampuan super memori, dan lain-lain.
           Programnya pun berkembang dengan peserta berusia 9-24 tahun dan menghabiskan 8-10 hari di perkemahan. Teknik-teknik yang dipelajari juga kian inovatif, seperti teknik membaca kuantum, teknik menulis cepat dan tepat, memecahkan masalah secara kreatif, strategi belajar di perguruan tinggi, teknik mengingat, teknik menguasai matematika, dan keterampilan hidup. DePorter menamai temuannya ini Quantum Learning - meminjam istilah dalam fisika, kuantum, dan menunjukkan bahwa potensi yang dimiliki manusia itu ibarat kuantum yang dapat diubah menjadi energi yang dahsyat.
Menurut DePorter, manusia pada dasarnya memiliki kemampuan luar biasa untuk melampaui kemampuan yang ia perkirakan. Ini karena manusia memiliki potensi yang belum tergali, apalagi terasah. Untuk menggali potensi itu, menurut DePorter, lingkungan mesti mendukung agar proses belajar berlangsung mudah, menarik, dan menyenangkan. "Rasa aman dan saling percaya di antara murid dan guru merupakan hal esensial bagi proses belajar," tutur DePorter. Lingkungan itulah yang dimodelkan dalam SuperCamp.
Penerapan Quantum Learning
            Metode pengajaran di sekolah masih banyak yang kurang menekankan pada kegiatan belajar sebagai proses. Metode pengajaran masih sering disajikan dalam bentuk pemberian informasi, kurang didukung dengan penggunaan media dan sumber lainnya.
            Menurut penelitian dua orang siswi SMAN 5 Makassar, (tahun 2002) terhadap metode Quantum Learning dalam pengajaran LBB, berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang menjadi objek penelitian dapat meraih keberhasilan atau meningkat prestasinya. Itu karena lembaga ini melibatkan banyak unsur dalam proses belajar mengajar seperti penataan ruangan yang nyaman, penyajian musik pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Ada komunikasi yang baik dan penggunaan audio visual. Paling utama, menurut kedua siswi ini, ialah belajar dengan durasi waktu yang relatif singkat karena menerapkan metode pengajaran serta penyajian materi yang variatik dan inovatik. “Inilah yang disebut seperangkat metode, yaitu Quantum Learning,” jelasnya.
Dari penelitian tersebut, mereka menyimpulkan bahwa penerapan metode Quantum Learning efektif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa bila dibandingkan dengan metode ceramah. Kedua siswi ini juga menyimpulkan, sebagian besar siswa di LBB menanggapi metode Quantum Learning sebagai salah satu bentuk pencapaian kualitas belajar yang potensial, karena mampu menciptakan belajar menjadi nyaman dan menyenangkan.
Namun, bagaimana penerapan metode Quantum Learning di sekolah-sekolah formal ? Apakah saat ini juga diaplikasikan sama baiknya dengan LBB ? Mungkin tidak. Karena pengunaan metode pembelajaran saat ini, yang berlaku di sekolah-sekolah hanya terpacu bahwa guru adalah satu-satunya pemberi informasi paling aktif. Sangat berbeda dengan paradigma belajar model Quantum Learning yaitu, setiap orang adalah guru dan sekaligus murid sehingga bisa saling berfungsi sebagai fasilitator.
Padahal, pendidik sebagai ujung tombak peningkatan kualitas atau input peserta didik harus memperhatikan konsep Multiple Inteligence (kecerdasan ganda) dengan baik, ini dimaksudkan agar tercipta sebuah simbiosis mutualisme antara metode dan media yang digunakan pendidik ketika berada dalam proses kegiatan belajar. Pada kebanyakan kasus sering terjadi kesalahan pemahaman yang dilakukan guru kepada siswa, antara lain guru salah memberikan konsep pengajaran pada anak spasial atau lingusitik. Guru menilai anak tersebut kurang mahir dalam pembelajaran dikelas dengan metode konvensional, padahal anak tersebut cerdas dalam sisi spasial atau kinestetik.
   Maka tidak heran, jika LBB saat ini sangat diminati, karena dinilai sebagai salah satu tempat alternatif bagi orang tua yang menginginkan peningkatan  prestasi belajar pada anaknya. 
Jadi, metode Quantum Learning juga perlu peningkatan penerapan, bagi  para pendidik pada proses belajar mengajar di sekolah-sekolah formal. Agar kualitas pembelajaran lebih efektif dan efisien.