Mungkin saat ini, malam
telah merengkuh tanyaku. Tentang kisah yang pernah kucari. Tentang cerita-cerita
yang menciptakanku, juga mereka saat ini.
Dan akhirnya telah
kutemukan. Sebuah buku berwarna hitam. Hitam pada kekusaman demu yang menempel.
Pada bentuk klasik yang kusukai.
Ya, mungkin ini yang mampu menjelaskan sebagian
kisah hidup lelakiku.
Buku catatan harian. Sebuah
buku sederhana, namun bermakna menggambarkan waktu yang menyediakan kisah
tentangmu dan kisah dengannya. Ah, seketika ketidakwajaran cemburu itu hadir.
Tak ada yang terlalu istimewa,
ketika membuka setiap halaman demi halaman kertas berbintik cokelat. Sebuah berita
dari surat kabar, kumpulan kosa kata Bugis dan Makassar (yang mungkin dengan
sengaja kau kumpulkan untuk tetap kau ingat), juga kudapati barisan-barisan
ayat suci-Nya, serta harapan dan doa-doa (untuk kedua orang tuamu). Terenyuh.
Beberapa lembar
terlewati, catatan-catatan kerja, juga beberapa halaman kosong.
Ada banyak tanya yang
serta-merta membuatku semakin penasaran. Masihkah ada sebuah tulisan tantang
cerita? Membuka lagi, lagi, lagi. Dapat.
Sebuah tulisan curahan
hatimu tentang sebuah kisah cintamu (ah, saya masih saja merasa sungkan jika
menyebut satu kata itu). Pada seorang perempuan yang engkau temui beberapa
tahun silam. Ada beberapa kesan yang mendalam. Dan lagi-lagi membuatku cemburu
ketika mengeja tulisanmu.
Mungkin saja engkau
bahagia dan tersenyum malu, ketika mendapatiku membaca buku catatan harianmu
yang kudapatkan malam ini, tanpa kau kira sebelumnya.
Tenanglah. Bukumu hanya kupinjam sebentar
(tapi jangan cari buku ini, jika suatu saat engkau tidak pernah melihatnya lagi
di meja kerjamu). Karena ingin kutulis beberapa kisah hidupmu, juga kisah
pertemuanmu dengan seorang yang juga sangat kukasihi seperti dirimu.
Wanita yang telah
dipilihkan-Nya menjadi tulang rusukmu. Menjadikannya pendamping hidupmu. Dan sahabat
disisa usiamu. Ibuku.
Ya, engkau wahai
lelakiku yang kisahmu akan kutorehkan pada berlembar-lembar kertas yang
tertuliskan kisahmu dari buku catatan harianmu. Yang mungkin suatu saat nanti
akan engkau baca sembari tersenyum seperti diriku malam ini, yang telah membaca
buku catatan harianmu.
Lelakiku, engkau hanya
perlu menanti waktu karena kesungguhanku. Tetaplah bersabar. Karena aku juga mencintaimu
karena-Nya dengan kesabaran yang kau miliki hingga kini.
Semakin kucintai engkau
karena Allah….
Pinrang, 30 Januari 2013