Jumat, 01 November 2013

Siluet Oktober

Yang memenjarakan kerinduan. Dalam hempasan-hempasan sesal. Ada pula yang menafikan rindu. Dalam susunan-susunan bahagia.

Oktober. Ini waktu yang perlahan meluruh-luruhkan sesangkaan. Menghimpit-himpit prasangka. Mematahkan rindangan-rindangan harap.

Ini waktu yang menunjukkan kasih yang tak berharap. Pada pemberian-pemberian dari titah Tuhan. Tentang pengorbanan bapak terhadap anak lelakinya.

Ini waktu yang masih menghimpun rindu. Pada jarak-jarak yang menjauhkan. Pada tuntutan tanggung jawab.

Oktober. Yang mendatangkan kisah yang lalu. Pada telisik yang tak ingin terjangkau. Tak ingin sapaan kembali. Hanya menginginkannya raup dalam bisikan tetes hujan yang meluruh satu-satu.

Rinai! Menampakkan riuh anggunnya yang berteratap. Memaksa aroma tanah menyatu pada udara. Bahkan pada kelakar langit yang mengabu. Melesapkan hening-hening duka.

Mengenai duka. Adakah yang menyulutnya selain kematian? Pada yang merasakan irisan-irisan luka di tubuh kecil. Juga erangan perih.

Ini waktu, yang juga menunjukkan selesap prasangka dalam dugaan-dugaan. Meraba tanggung jawab. Mengusap keyakinan-keyakinan harap dalam amanah. 

Oktober. Ini waktu yang selalu menjadikan rindu beriringan dalam desahan-desahan hujan. Tetapi menjadikan senja memilih menyelimutkan jingganya di keabuan awan.



Di balik orange akhir Oktober yang mulai menghilang
Bersama kepakan para burung di langit menuju pulang
Atau di bawah atmosfer yang kembali tenang
Aku melihat bebayang namun serupa.
Mereka dalam beragam raga.
Tapi mau kunamakan apa?  *





*nukilan dari (https://www.facebook.com/ayu.p.ahmad.1?hc_location=timeline)



Dipenghujung bulan ke sepuluh, dalam sisa tetes air langit,

VAA Makassar, 31 Oktober 2013