Minggu, 05 Desember 2010

Dia...
Yang telah datang dalam kehidupanku
Yang mengembalikan hati suci itu
Yang menjadikan bibir ini terjaga
Yang mengubah tingkah laku ini
Yang mengingatkan kebesaran-Nya
Yang mengingatkan disepertiga malam
Yang menasihati dalam setiap langkah
Yang megumandangkan panggilan ilah......
Dia,dia,dia,.....
Pergi....
Seakan menghilang, pergi dengan tentang dirinya!
Hilang!
Hanya nama yang masih kulihat..............
Ya!
Hanya sebuah nama.....
Wajah, yang belum tentu masih teringat sampai saat ini..
Suara, tak perlu ku dengar dalam setiap waktuku.........
PERGI..
Hanya itu yang kutahu tentang dirinya.
Untuk saat ini..




Minggu, 03 Oktober 2010


Impianku jauh terlempar dari kekosongan angan-angan
Rasa yang membuatnya begini
Lalu semua terasa jauh, melambung, melayang, pergi.
Jiwa merasakan duka
Cinta…………….
Kesalahan dalam menafsirkan tentang rasa itu
Senyum, pujian, perkataan, senandung, rindu, suka, tawa!
Hadir dalam keindahannya!




September 2010

Kamis, 26 Agustus 2010

Kurasakan Ramadhan tahun ini cukup berat..
Belum mengerti tentang sebabnya.
Dia, dia hadir dalam setiap hariku.
Seakan terlalu mengharap penuh pada diriku.
Dan hatiku pun menangis..
Jika teringat akan semua hal itu, hati ini kembali berdesir.
Semua diluar kendaliku.
Tidak pernah menyangka sama sekali hal ini akan terjadi.
Ternyata tak selamanya tampak luar yang baik, menggambarkan perilaku seseorang.
Kadang merasa sesal telah mengenalnya.
Tapi apa dayaku, yang tak bisa mencegah hal itu terjadi.
Karena ku pun bukan seseorang yang teristimewa baginya..

Senin, 07 Juni 2010


Saat ini kembali berusaha menjadi seorang muslim yang kaffah.
Telah lama aku jauh dari-Mu, dan menutup mata atas segala yang telah engkau berikan.
Kebaikan-kebaikan ini tak ubahnya hanya menjadikanku terasa sia.
Hilang.
Semua terasa hampa.
Walau itu semua telah hadir dalam hidupku.
Engkau ada, namun kebeningan hatiku perlahan keruh.
Ada, namun terasa jauh.
Tak ada yang bisa menjawab, ataupun menafsirkan.
Gundah, kecewa, kesal, amarah, suram……
Jiwaku terasa kosong.
Lama ku tertidur dalam kesia-siaan.
Kini engkau memberikanku secercah cahaya kedamaian-Mu.
Dalam kesendirian ini, engkau menunjukkan ku pada siapa aku kembali.
Ya Robb…
Dzat yang selalu memberikan hikmah dalam kehidupan.
Entah aku harus memuji-Mu hingga batas-batas apapun.
Karena engkau masih menyayangiku yang telah jauh dari-Mu.
Nyanyian kitab suci-Mu telah ku kumandangkan kembali.
Di sepertiga malam, aku telah kembali menghadapmu, mengharapkan diri yang hina ini kembali di jalan lurus-Mu.
Tangis tulus menetes di atas sajadah dalam malam-Mu.
Tatkala hati ini kembali tenang.



***
Untuk seseorang yang menyadarkan alam sadarku untuk kembali pada-Nya, terima kasih atas segala kisah..
Mungkin tak semua hal dapat disadari.
Hanya Allah yang tahu isi hati seseorang.
Maafkan, jika saat saat ini ku berusaha menjauh.
Tak ada maksud untuk memutuskan tali silatu rahmi. Karena kita saudara seiman.
Juga tak ada maksud menyakiti dan menyombongkan diri.
Karena mungkin kau pun tahu diriku seperti apa.
Perasaan itu belum bisa ku terima saat ini.
Hanya bisa mengannggapmu tak lebih sebagai kakak.
Karena ku masih ingin jauh melangkah, meraih segala yang ku inginkan.
Maaf, jika ku mungkin  bersikap sedikit acuh padamu.
Aku sadar dengan apa yang terjadi.
Tapi ku berusaha memahamimu yang masih menghormatiku.
Tentang semuanya. Yang mungkin tak mampu kau jelaskan.
Meskipun sedikit kecewa dengan sikapmu yang seperti itu. Tak mampu mengungkapkan perasaan.
 Memahami perasaan yang kadang pun sulit untuk ku pahami.
Namun biarlah semua itu menjadi setitik kenangan dalam luasnya samudra kehidupanmu.
Ku harap engkau mengerti. Karena ku tahu engkau lebih paham agama…….




Senin, 26 April 2010


Begitu kerasnya hatimu, sehingga aku terpuruk berkali-kali untuk meluluhkannya.
Kadang aku tidak mengerti dengan semua ini!
Kenapa harus seperti ini?
Apakah memang aku dianggap tak mampu untuk menjalaninya?
Ataukah mungkin selama ini kau mengenggapku bodoh?
Sehingga kau tidak memberikan kesempatan sedikit pun?
Ibu..
Sudah cukup kau membuatku seperti ini!
Aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi keangkuhanmu!
Jangan salahkan siapa-siapa, jika suatu saat kumenjalaninya tidak dengan sepenuh hati.
Sama seperti aku yang tidak akan pernah memberikan yang terbaik untukmu..

02.04.10 

Senin, 01 Februari 2010

Peduli apa sih kalian dengan diriku?
Apa kalian mengerti dengan perasaanku selama ini?
Adakah satu di antara kalian yg mengerti sifatku?
Kalian hanya mampu menemani jika saat senang.
Tapi kemana kalian di saat aku membutuhkan seorang yg mampu mendengar kesedihan dan kesusahanku?
Apa kalian peduli?
Inikah d'505836 yg selalu satu rasa jika seorang di antaranya sedang membutuhkan??!!

Minggu, 31 Januari 2010

Menemukan kembali seorang kader ikatan,,, apakah ia masih ingat dan masih mengakuinya?

Sabtu, 30 Januari 2010

Haruskah aku mengatakan yang sejujurnya?
Sekarang aku tak kuat, tidak sanggup menanggung semua ini.
Tampaknya memang aku selalu bersikap tegar.
Tapi diriku sedikit rapuh.
Kadang merasa tidak pantas menanggung semua ini.
Aku hanya manusia biasa, yang kadang lemah, butuh perhatian. Walaupun tampak tegar.
Jujur, aku tidak sanggup menghadapinya.
Butuh seseorang untuk menopangku.
Tapi siapa?
Akankah ada seorang yang mau mendengar curahan hati dan keluh kesalku?
Entahlah,,,
Diriku hanya bisa menunggu,, jika ia akan datang....

Rabu, 27 Januari 2010

Menunggu Kiai “Darwisy” di Pita Seluloid ( Sang Pencerah )




Perjuangannya membetulkan arah kiblat di Masjid Keraton, membuahkan ia dan istrinya hampir diusir dan dihukum massa beramai-ramai. Ia bahkan dituduh dengan cap sebagai “Kiai sesat”. Namun, cerita perjuangannya seperti ini hanya ada di buku-buku sejarah.
Sebuah kabar menyenangkan, ketika hampir seabad perjuangan Kiai Muhammad Darmisy dalam berdakwah itu akan diangkat dalam layar lebar. Penggagasnya adalah Hanung Bramantyo, seorang sutradara muda yang pernah sukses dalam Ayat-Ayat Cinta (2008).
November lalu, ia akan mengumumkan akan segera merilis film “Sang Pencerah”, sebuah film yang diangkat dari sejarah perjuangan dakwah Kiai Muhammad Darwisy. Muhammad Darwisy adalah nama kecil pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan.
Film “Sang Pencerah”, lahir sebagai bentuk memeriahkan Milad Seabad Muhammadiyah yang akan dirayakan tahun 2010 ini. Menurut Hanung, film mengenai Ahmad Dahlan ini merupakan impiannya sejak bangku SMA sewaktu di bangku SMA Muhammadiyah 1 Prambanan dengan memulai membuat teater.
Untuk membuat film ini, Hanung harus melakukan riset panjang dengan berburu buku-buku Ahmad Dahlan, mewawancarai keluarga Ahmad Dahlan, serta para sejarawan.
“ Saya melakukan riset terlebih dahulu. Karena saya lihat banyak versi dari perjalanan seorang KH Ahmad Dahlan yang belum tentu tepat,” ujar Hanung.
Melalui bendera MVP Pictures film “Sang Pencerah” akan membutuhkan banyak pemain. Diprediksi sedikitnya butuh 43 pemain utama dan 300 pemain figuran.
Hanung berharap, pembuatan film ini dapat menginspirasi banyak orang, terutama anak muda. Hanya saja masalahnya, hingga sekarang ia mengaku masih kesulitan mencari sosok Ahmad Dahlan yang merupakan tokoh utama dalam film tersebut. Hal ini berkaitan dengan fisik serta karakter Ahmad Dahlan yang sangat khas dan jarang ditemui.
Nah, bagi yang tertarik mewakili sosok Kiai Ahmad ”Darwisy” Dahlan, Hanung mempersilahkan Anda mendaftar dengan membuka website www.sangpencerah.com .

Suara Hidayatullah (dengan perubahan)  


Tetes Embun yang Tersisa



... Maafkan jika aku menolaknya. Jujur, aku merasa belum siap untuk menjalaninya. Kurasa sangat cepat jika hal itu terjadi. Aku bukanlah seorang yang mudah untuk menerima segalanya. Butuh waktu. Apalagi hal itu menyangkut perjalanan masa depanku. Sebuah masa lalu yang membuatku begini. Masa lalu yang kelam. Kurasa kau juga mengerti dalam memaknai perasaan itu. Tapi yang jelasnya, bagaimana agar kita dapat memahami satu sama lain, agar tak ada yang merasakan penyesalan di suatu saat. Sekali lagi, mohon maaf yang sebesar-besarnya...

***

Dengan hati-hati kumasukkan surat ini ke dalam amplop yang telah dibubuhi nama pengirim tanpa alamat yang ditujukan. Aneh memang. Tapi inilah yang terjadi sesungguhnya.
Setelah bersiap-siap, kulangkahkaan keluar rumah dan menuju tempatku menuntut ilmu, kampus jingga. Pagi ini, kulalui hari dengan cukup sibuk, mengikuti kuliah, mengerjakan tugas, hingga berembuk dalam pertemuan organisasiku. Maklumlah seorang aktivis memang begitu.
Tapi untuk hari ini, sedikit waktu harus diluangkan demi menyampaikan sesuatu yang harus diutarakan.
Setelah sibuk, sore ini planning menuju teman di samping kampus tetap tidak akan tertunda. Sudah dua hari tempat itu luput dari ingatanku. Jadi, rencana untuk menyampaikan surat itu pasti saja akan terjadi.

***
Udara sekitar kampus cukup sejuk. Awan gelap mulai tampak. Dengan berjalan kaki sekitar 350 meter, taman tempatku merenung dan menyendiri, mulai nampak.
Dengan perasaan yang tak keruan, kulangkahkan kaki menuju salah satu bangku beton di salah satu sisi taman. Taman yang sangat indah.
Di pusat taman terdapat kolam yang di tengahnya sebuah air mancur yang cantik. Pohon cemara bentuk pinus menghiasi jalan masuk menuju taman. Sore ini, pengunjung taman cukup sepi. Tapi aku sangat menyukai suasana saat ini. Lebih suka menyepi sendirian, sambil menatapi merpati-merpati liar yang memakan biji pohon.
Baru sekitar lima menit duduk, seorang bocah perempuan kecil, bermata bulat, rambutnya ikal, berkulit sawo matang, datang menghampiriku. Dengan senyum yang dihiasi gigi putih, ia menyapaku “Assalamu’alaikum kakak Nayla!”.
Seketika aku tersenyum menatap kedatangannya “ Wa’alaikum salam Caca manis.”
Setelah menyapa, ia langsung duduk disampingku, di tangannya ada sebuah amplop berwarna hijau muda, bercorak bunga kuning. Sangat manis. Warna yang sangat kusukai. Belum sempat aku bertanya, dia langsung nyerocos,
“ Kak, ini ada surat yang dibawa sama kakak laki-laki tadi siang. Tadi di duduk di bangku ini. Waktu liat aku, dia bilang mau menitipkan surat ini untuk diberikan sama kak Nayla. Jadi aku terima.”
Diberikannya surat itu padaku. Aku heran. Surat dengan nama pengirim berinisial ‘H’ itu ditujukan untukku. Sangat jelas alamat yang ditujukan. Nayla Nur Fatimah. Seketika aku terdiam. Tapi langsung menyimpan surat itu ke dalam tas.
“ Makasih ya Caca, oh ya! Kakak punya coklat nih, kita makan sama-sama yuk!”
Bermenit-menit kami menghabiskan waktu, mengobrol dengan topik yang menarik. Caca memamng sangat manis dan lucu. Aku sering dibuatnya tertawa dengan cerita yang dibawakannya dengan polos. Setiap kesini, ia selalu menghampiriku, berbagi cerita dengannya. Hampir setiap hari dia menemani ayahnya yang bekerja membersihkan taman ini. Dia sahabat kecilku yang kadang-kadang membuatku kembali merasakan indahnya masa kecil.

***

Hari semakin gelap. Seorang bapak setengah baya berjalan menghampiri kami, sambil memberikan isyarat, agar Caca ikut dengannya untuk pulang. Caca menurut. Dengan segera, ia turun dari bangku, dan berlari menuju ayahnya. Sejenak ia berbalik dan melambaikan tangan padaku, “Da-da kakak!”
Lambaian tangannya ku balas, ditambah dengan senyuman. Aku masih terpaku. Menatap dingin apa yang ada dihadapanku. Pikiranku masih mengawang. Angin membelai wajahku. Awan semakin gelap, menandakan hujan akan turun. Aku bangkit dari duduk. Sambil menatap di sekitar taman.Dengan tergesa-gesa, aku pulang. Di perjalanan, aku melamun. Pikiranku melayang.

***

” Hai Nay!” seruan itu mengagetkanku. Tepukan di pundak membuatku menoleh. Tina. Ternyata dia yang memanggilku.
“ Kenapa Tin? Kamu ngagetin aku aja! Ada apa sih?” aku heran.
“ Ee..ee.. kamu udah dengar gak berita duka hari ini?” seketika matanya berkaca-kaca.
“ Mmhh.. berita duka apa sih Tin?” aku semakin penasaran.
“ Itu, si Heri.. dia..dia..”
“ Dia apa Tin?”
“ Kemarin.. kemarin.. dia meninggal Nay! Kemarin siang, dia jadi korban tabrak lari. Pulang dari taman sebelah kampus, orang sekitar ngeliat dia melamun waktu menyeberang jalan. Setelah dibawa ke rumah sakit, nyawanya tidak tertolong lagi Nay!” bulir air matanya perlahan menetes.
“ Innalillahi wa inna lillahi roji’un..” hanya itu yang dapat kuucapkan, lidahku kelu. Tidak tahu harus berkata apa lagi. Setelah mengatakan itu, ia menarikku ke bawah pohon depan kelas. Dengan wajah yang serius, ia becerita sesuatu kepadaku. Yang sangat membuatku tidak percaya.
“ Nay, kamu kenal Heri khan?” aku mengangguk.
“ Kamu tahu nggak, almarhum Heri adalah orang yang cukup pendiam, gak banyak bicara, tapi dia sering ngomong sama aku, tentang kamu.” Keningku berkerut mendengarnya.
“ Aku?”
“ Ya, kamu Nayla. Sebenarnya, dia suka sama kamu. Dia juga pernah cerita, kalo kamu dengan dia sering berkirim surat, dan kadang mengamatimu dari jauh, di taman sebelah kampus. Selama ini dia tidak berani mengungkapkannya sama kamu. Jadi dia cuma cerita sama aku. Kemarin itu, dia ke taman untuk ngasih surat yang berisi perasaannya sama kamu. Tapi takdir berkata lain, setelah dia nunggu jawaban kamu, kamu malah kurang meresponnya. Nay. Akhirnya dia pergi, tanpa mendapat jawaban. Tadi malam dia meninggal. Selepas sholat Jum’at nanti dia dimakamkan.”
Air mataku menetes. Hanya diam.

***

Kurebahkan tubuhku. Sangat lelah, karena terlalu lama menangis. Aku berusaha menenangkan diri. Tiba-tiba aku tersentak duduk. Baru ingat dengan surat yang kemarin diberikan si ‘H’. Dengan perasaan yang kalut, dan cukup gundah, surat beramplop hijau muda bercorak bunga kuning itu kubuka perlahan, lalu membaca isinya:
           
            ... Sebelumnya, maaf jika aku sedikit memaksamu untuk mengatakannya. Maafkan juga jika ini membuatmu tertekan dan mungkin terlalu memikirkannya. Tapi percayalah, aku melakukan ini agar kita terlepas dari perbuatan dosa yang tidak diinginkan. Walaupun kau tidak menjawab sampai kapan pun, itu tidak masalah. Karena kamu juga manusia biasa, yang kadang sulit untuk mengungkapkannya. Namun yang jelasnya, dirimu akan selalu ku ingat di setiap pagiku, hingga tetes embun yang tersisa menguap ke angkasa.

                                                             Sahabat penamu,  
                                                        
                                                          (Heri Saputra)




Air mataku kembali menetes. Masih tidak percaya. Tapi inilah yang terjadi, semua telah berjalan.
Selamat jalan Heri sahabat penaku, semoga amal ibadah dan kebaikan-kebaikanmu diterima di sis-Nya. Amin.



Pinrang, 28 Desember 2009



~Ismi Kurnia Dewi Istiani~
(Perubahan)