Kamis, 03 Maret 2016

Terima Kasih untuk 7 Tahun...


“Sebab setiap kenangan memiliki tempat masing-masing. Tidak perlu mengusik masa depan.”


           Maret ini sangat basah. Kota ini sudah sedemikian padatnya. Hati ini? Pertanyaan yang tidak perlu jawaban.

           Dua ribu enam belas, bulan Maret. Yang pernah menengok bulan November dua ribu delapan. Banyak kenangan, ternyata pernah menempati ruang-ruang di rumah ini.

Baiklah.

Terima kasih untuk 7 tahun… yang pernah mengenalkan aksara. Perlahan menjadikan candu pada dunia maya.

Terima kasih untuk 7 tahun… yang pernah menjelaskan dunia putih abu-abu remaja yang labil, aneh, dan menggelikan.

Terima kasih untuk 7 tahun… yang pernah memahamkan arti setiap rasa, kisah, impian, harapan, kekosongan, kehilangan, rindu, luka, dan… cinta.

Terima kasih untuk 7 tahun… yang telah menampakkan setiap tulus catatan seorang (Dewitiani AR). Tentang perasaan-perasaannya pada diri sendiri dan… orang lain. Tentang dandelion, kontemplasi, hujan, cahaya, dan senja.

Dan…

Terima kasih untuk 7 tahun… yang pernah memberikan ruang pada suara-suara diempat belas halaman monolog rindu.

Memutuskan beranjak -dari sini- adalah sebuah keputusan.

Setiap rumah memiliki kenangannya masing-masing. Setiap rumah dibangun diatas masing-masing kenangannya.



Terima kasih,



Dewitiani AR - Ismi Kurnia Dewi Istiani

Rabu, 30 Desember 2015

Monolog Rindu 14: Melupa dan Mengingat

Padamu yang selalu mengaku pelupa pada setiap orang. Mengaku pelupa pada setiap waktu yang pernah kau lewati. Mengaku pelupa pada setiap ingatan yang singgah ataukah yang menetap diotakmu.

Kamu tahu, hal yang paling sulit dilakukan setiap orang?

Melupa.

Namun kita tidak sadar, disatu sisi sangat mudah untuk melupa.

Kita selalu mudah:

melupa untuk mengingat; memahami
melupa untuk mengingat; melapangkan hati
melupa untuk mengingat; memaafkan
melupa untuk mengingat; merangkul
melupa untuk mengingat; memaklumi
melupa untuk mengingat; kebaikan setiap orang
melupa untuk mengingat; bersabar
melupa untuk mengingat; bahagia

Kita tidak sadar, disatu sisi sangat sulit untuk mengingat.

Kita selalu sulit:

mengingat untuk melupakan; prasangka
mengingat untuk melupakan; benci
mengingat untuk melupakan; dendam
mengingat untuk melupakan; iri
mengingat untuk melupakan; amarah
mengingat untuk melupakan; egois
mengingat untuk melupakan; dengki
mengingat untuk melupakan; sombong.


Makassar, penghujung Desember 2015 


Selasa, 08 Desember 2015

Monolog Rindu 13: Dewasa

“Kamu, yang selalu menuntut kedewasaan. Apa tolok ukur kedewasaan menurutmu?
 Bisa kau jelaskan?”


Hanya merasa heran, seseorang selalu mengingatkan untuk “sedikitlah bersikap dewasa”, saat kesalahan-kesalahan atau apapun yang saya lakukan tak sejalan dengan arahan dan keinginannya.
Disaat yang bersamaan, merasa “kurang dewasa”, “tidak dewasa”, ataukah “masih kekanak-kanakan” seketika membuat untuk berpikir berulang-ulang.

Lalu, memahami menjadi dewasa sesuai inginnya adalah ambigu.

Sesungguhnya, kita hanya bisa memilih. Mendewasa seiring waktu merangkak atau mendewasa bersama peristiwa yang mendesak.



Makassar, Desember 2015