Quantum Learning dan Fenomena LBB
Oleh: Ismi Kurnia Dewi Istiani
Melepas akhir semester pembelajaran di sekolah, merupakan salah satu momen yang agak menakutkan untuk dihadapi para siswa. Betapa tidak, semester akhirlah yang menentukan mereka lulus atau tidaknya di bangku sekolah. Tentunya melalui proses Ujian Nasional (UN) yang sebagian besar meningkatkan stres pada siswa.
Kota Makassar yang cukup dikenal sebagai kota pelajar di Provinsi Sulawesi Selatan, saat ini telah menjamur beberapa (bahkan banyak) lembaga bimbingan belajar (LBB) yang menawarkan berbagai program untuk mengatasi masalah belajar siswa.
Bahkan saat ini sangat diminati oleh para calon “mahasiswa” putra daerah yang memilih kuliah diperguruan tinggi negeri di Makassar atau pun di pulau Jawa. Bagaimana tidak, anggapan belajar di LBB menyenangkan dan menguntungkan saat ini sangat melekat bagi kehadiran LBB yang telah ‘menjamur’ di kota-kota besar.
Banyak pula orang tua yang mengikutkan anaknya belajar di LBB karena si anak memiliki masalah dalam belajar bahkan prestasi yang tidak meningkat, meski harus membayar biaya bimbingan hingga jutaan rupiah.
Mengapa demikian? Karena LBB menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan, efektif, dan efisien yang saat ini dikenal dengan sebutan Quantum Learning.
Sejarah Quantum Learning
Pencetus utama pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter. Prinsip pembelajaran kuantum pertama kali diterapkan dalam sekolah bisnis Burklyn yang didirikan pada akhir tahun 1970. Burklyn adalah sekolah bisnis yang mengajarkan materi konvensional dengan cara-cara yang tidak biasa. Inti metodenya menggabungkan upaya memperkuat tubuh, memperkaya jiwa, sekaligus mendidik pikiran. Selanjutnya prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum Learning semakin menemukan bentuknya ketika Bobbi DePorter bersama timnya mengembangkan SuperCamp pada awal 1980-an.
SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak di Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat, didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembangan potensi diri manusia. Dengan dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja, hingga saat ini.
Setelah mengikuti perkemahan selama sepuluh hari, motivasi belajar peserta meningkat, nilai belajar di sekolah semakin tinggi, mereka lebih percaya diri, harga diri meningkat, dan keterampilan belajar pun berkembang. Dari sukses itulah, kegiatan SuperCamp kemudian diadakan di berbagai tempat melalui Learning Forum. Perkembangan Quantum Learning memang tidak terlepas dari Supercamp. Kurikulum SuperCamp merupakan kombinasi harmonis dari tiga unsur: keterampilan akademis, prestasi fisik dan keterampilan hidup (life skill). Ketiga unsur kurikulum tersebut diarahkan untuk mewujudkan tiga hal: penumbuhan rasa percaya diri, keterampilan belajar, dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkungan yang menyenangkan. Dalam Quantum Learning, tiga aspek yang menjadi sasaran tujuan SuperCamp tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi berbagai bidang keterampilan seperti: bersikap positif, motivasi belajar, menemukan cara belajar yang tepat, menciptakan lingkungan belajar sempurna, membaca cepat, membuat catatan efektif, berpikir kreatif, mengembangkan kemampuan super memori, dan lain-lain.
Programnya pun berkembang dengan peserta berusia 9-24 tahun dan menghabiskan 8-10 hari di perkemahan. Teknik-teknik yang dipelajari juga kian inovatif, seperti teknik membaca kuantum, teknik menulis cepat dan tepat, memecahkan masalah secara kreatif, strategi belajar di perguruan tinggi, teknik mengingat, teknik menguasai matematika, dan keterampilan hidup. DePorter menamai temuannya ini Quantum Learning - meminjam istilah dalam fisika, kuantum, dan menunjukkan bahwa potensi yang dimiliki manusia itu ibarat kuantum yang dapat diubah menjadi energi yang dahsyat.
Menurut DePorter, manusia pada dasarnya memiliki kemampuan luar biasa untuk melampaui kemampuan yang ia perkirakan. Ini karena manusia memiliki potensi yang belum tergali, apalagi terasah. Untuk menggali potensi itu, menurut DePorter, lingkungan mesti mendukung agar proses belajar berlangsung mudah, menarik, dan menyenangkan. "Rasa aman dan saling percaya di antara murid dan guru merupakan hal esensial bagi proses belajar," tutur DePorter. Lingkungan itulah yang dimodelkan dalam SuperCamp.
Penerapan Quantum Learning
Metode pengajaran di sekolah masih banyak yang kurang menekankan pada kegiatan belajar sebagai proses. Metode pengajaran masih sering disajikan dalam bentuk pemberian informasi, kurang didukung dengan penggunaan media dan sumber lainnya.
Menurut penelitian dua orang siswi SMAN 5 Makassar, (tahun 2002) terhadap metode Quantum Learning dalam pengajaran LBB, berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang menjadi objek penelitian dapat meraih keberhasilan atau meningkat prestasinya. Itu karena lembaga ini melibatkan banyak unsur dalam proses belajar mengajar seperti penataan ruangan yang nyaman, penyajian musik pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Ada komunikasi yang baik dan penggunaan audio visual. Paling utama, menurut kedua siswi ini, ialah belajar dengan durasi waktu yang relatif singkat karena menerapkan metode pengajaran serta penyajian materi yang variatik dan inovatik. “Inilah yang disebut seperangkat metode, yaitu Quantum Learning,” jelasnya.
Dari penelitian tersebut, mereka menyimpulkan bahwa penerapan metode Quantum Learning efektif terhadap peningkatan prestasi belajar siswa bila dibandingkan dengan metode ceramah. Kedua siswi ini juga menyimpulkan, sebagian besar siswa di LBB menanggapi metode Quantum Learning sebagai salah satu bentuk pencapaian kualitas belajar yang potensial, karena mampu menciptakan belajar menjadi nyaman dan menyenangkan.
Namun, bagaimana penerapan metode Quantum Learning di sekolah-sekolah formal ? Apakah saat ini juga diaplikasikan sama baiknya dengan LBB ? Mungkin tidak. Karena pengunaan metode pembelajaran saat ini, yang berlaku di sekolah-sekolah hanya terpacu bahwa guru adalah satu-satunya pemberi informasi paling aktif. Sangat berbeda dengan paradigma belajar model Quantum Learning yaitu, setiap orang adalah guru dan sekaligus murid sehingga bisa saling berfungsi sebagai fasilitator.
Padahal, pendidik sebagai ujung tombak peningkatan kualitas atau input peserta didik harus memperhatikan konsep Multiple Inteligence (kecerdasan ganda) dengan baik, ini dimaksudkan agar tercipta sebuah simbiosis mutualisme antara metode dan media yang digunakan pendidik ketika berada dalam proses kegiatan belajar. Pada kebanyakan kasus sering terjadi kesalahan pemahaman yang dilakukan guru kepada siswa, antara lain guru salah memberikan konsep pengajaran pada anak spasial atau lingusitik. Guru menilai anak tersebut kurang mahir dalam pembelajaran dikelas dengan metode konvensional, padahal anak tersebut cerdas dalam sisi spasial atau kinestetik.
Maka tidak heran, jika LBB saat ini sangat diminati, karena dinilai sebagai salah satu tempat alternatif bagi orang tua yang menginginkan peningkatan prestasi belajar pada anaknya.
Jadi, metode Quantum Learning juga perlu peningkatan penerapan, bagi para pendidik pada proses belajar mengajar di sekolah-sekolah formal. Agar kualitas pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^