Rabu, 27 Agustus 2014

Monolog Rindu 3: Tentang Diam Bapak


Sepi menutup. Ketika diammu tidak lagi hangat. Pada kedatangan renggas-renggas waktu yang mengantarkan masing-masing ego pilihan.

Sesaat dalam pelan-pelan waktu yang menggiring pertemuan-pertemuan, pernah ada percaan keraguan dalam diammu. Mungkin itu adalah keraguan rasa yang dimiliki anakmu ini.

Pak, ketika anakmu ini memutuskan sejak dulu, tak akan ada seorang lelaki pun yang menggantikan tempatmu pada kagum-kagumnya. Tidak akan ada seorang lelaki pun yang bisa menggantikanmu sebagai sosok yang selalu menginspirasinya. Tidak akan!

Dikedua bola mata dan hati anakmu ini, diammu adalah hangat yang sulit luruh. Diammu adalah genggaman-genggaman nasihat, dari dan untuk perjalanan hidup. Diammu adalah sesuatu yang selalu ditunggunya, bersama saling menyeduhkan cerita-cerita.

Masih kauingat kan, pak, ketika perlahan-lahan anakmu ini semakin antusias mendekati Tuhan?

Masih kauingat kan, pak, ketika anakmu ini memutuskan untuk menutup helai-helai rambutnya, tidak sama seperti menutup yang hanya sekadar?

Masih kauingat kan, pak, ketika sebuah waktu mengantarkan kita duduk bersama, di rumah kita yang dikepung deras hujan, sedang kita saling menangisi keadaan?

            Ketika kali terakhir anakmu ini pulang, kenapa tak lagi dilihatnya diammu yang hangat seperti dulu?

Lantas, kenapa diammu berubah dingin, pak?

Kenapa, pak?



Pinrang-Makassar, Agustus 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^