Dari
sudut-sudut waktu, mungkin saja, bahwa asa-asa bisa saja perlahan menjadi layu,
mati tak berbekas. Asa-asa yang dulu pernah disemai pada harap-harap yang tertanam,
membunga, membuah, dan meranum.
Pernahkah, ketika
sepotong waktu datang dengan pongahnya, lalu merampas segalanya yang telah kau
simpan baik-baik, Bu?
Pernahkah, ketika sepotong
waktu datang dengan pongahnya, lalu merampas segala inginmu yang mengharap, Bu?
Pernahkah, ketika
sepotong cemas datang dengan pongahnya, disebagian impian-impianmu, Bu?
Andai engkau tahu, Bu.
Anakmu ini tak lagi
bisa menyelaraskan harap-harapmu pada harap-harapnya pula. Anakmu ini telah
menatap lebar-lebar hidup. Telah banyak pasrah pada jalan-jalan yang
dipilihnya. Telah banyak pahit-pahit yang payah ditelannya, meski tak seperti
payahmu yang lebih berat, Bu.
Bu, anakmu ini telah
memilih jalannya sendiri.
Pada harap-harapmu pula
yang indah, sesungguhnya ada ingin anakmu, yang sangat dalam untuk memijakkan
kaki pada jejak-jejak impiannya sendiri.
Bu, ketika anakmu ini menyerapi
rumah (kita).
Kutahu, pernah ada
banyak kecewa yang tergores di wajahmu, Bu. Ketika diputuskannya membagi
perhatiannnya pada yang lain.
Bu, ketika siku-siku
rumah tak lagi ada banyak waktu untuk kita resapi bersama, apakah kerelaanmu
masih tetap ada jikalau waktu menarik anakmu ini, tanpa kaukira-kira?
Bu, ketika anakmu ini
ditarik oleh waktu, memilih berada di rumah-rumahnya yang lain adalah
kesungguhan yang tak boleh kautolak. Jangan.
Anakmu telah betah
disana. Anakmu ini telah banyak belajar pada manusia-manusia kuat. Banyak belajar
pada lekuk-lekuk hidup yang belum pernah kauajarkan, Bu.
Sungguh, di rumah-rumah
itu, anakmu ini banyak memahami hidup, banyak memaknai segala rasa yang pernah
pula sangat tidak disukainya, Bu.
Bu, tak pantaskah,
jikalau anakmu ini masih menginginkanmu mengajarinya terus mendewasa, tanpa
terlalu keras kauinginkan sesuai inginmu?
Percayalah, Bu.
Anakmu ini masih ingin tetap
bisa menikmati pecahan-pecahan kenangan masa kecil, bersamamu di teras rumah. Iya,
masih ingin diingatnya beberapa tawa-tawa dan sedih yang pernah dipautkan
dikedua tangan kecilnya.
Bu, mesti sekeras apa
lagi anakmu ini meyakinkanmu?
Ingat, Bu. Rumah (kita)
bukan satu-satunya rumah yang akan selalu kukunjungi, kuresapi, dan kunikmati
lipatan-lipatan waktu didalamnya, Bu.
Karena ada banyak
rumah-rumah kecil yang selalu menunggu kehadiran anakmu ini, Bu.
Percayalah, Bu.
Rumah (kita) akan tak
mudah luruh, ketika anakmu ini memutuskan membagi sebagian hidupnya di
rumah-rumah kecilnya.
Iya. Karena anakmu ini
akan selalu punya alasan untuk pulang, ke rumah (kita).
Makassar, Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^