Ini adalah Oktober. Saat-saat
kemarau datang menggandeng angin. Kemarau telah melatih angin menjadi lebih
tegas. Pun, pada siang-siang dan malam-malam, kemarau telah menjadikan rindu
menelikung pada: Pulang.
Pulang?
Berbicara pulang,
bukankah selasar rumah selalu lapang dan sejuk untuk kita tempati duduk
bersama?
Seperti dibeberapa
waktu, kita selalu terjebak pada sangka-sangka yang resah. Pada beberapa waktu,
kita selalu saja dengan lemah menerima sesuatu yang semestinya tidak kita
terima. Kita selalu menganggap, bahwa hidup tak mesti selalu membahagiakan diri
kita sendiri.
Ya. Dan lagi waktu
selalu kejam menggiring kita pada penyesalan-penyesalan.
Dari semua yang pernah
kita lalui, adakah waktu yang lebih berat seperti kemarin? Seperti yang kita
rasakan, berat itu terlalu menghimpit dada dan kepala kita. Terlalu menyesakkan
kita yang introvert. Terlalu menunjukkan bahwa kita terkadang abai pada hati
kita masing-masing.
Ingatkah
September kemarin yang penuh ujian?
Ingatkah
Agustus kemarin yang terlalu lelah?
Ingatkah
Juli kemarin yang menyendiri?
Baiklah.
Pada beberapa suara teduh yang menemani kita, memilih pulang adalah jawabannya.
Pulang pada diri kita sendiri. Menemukan kembali diri kita sendiri, ketika
waktu (kemarin) telah menjadikan kita memilih untuk membaginya.
Pulang adalah
sebaik-baik perjalanan. Seperti yang pernah kita katakan.
Dan setelah kita
pulang, pernahkah kita sedikit berusaha memahami, bahwa pulang sesungguhnya
adalah saat kita tak mampu lagi bergerak dan berbicara?
Bahwa pulang
sesungguhnya adalah saat kita betul-betul sendiri, bertanggung jawab atas apa
yang pernah kita lakukan bersama waktu.
(Bersama pagi)
Makassar, 14 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^