Rabu, 15 April 2015

Monolog Rindu 10: Maple

Mengejar mimpi, tak semudah kau memimpikan dan memunculkannnya dalam batok kepala dan sugestimu. Mengejar mimpi, sama saja mendapati kejutan-kejutan yang beberapa diantaranya bisa saja menyakitkan langkahmu.”



“Bunuh saja mimpi itu, lalu kuburkan dalam-dalam. Jika sama sekali tidak ada usaha yang kau segerakan.”

Menusuk sekali. Bukankah itu dulu yang pernah kau lontarkan, ketika harapan-harapan itu telah pupus dan putus asa itu diam-diam datang dengan seringainya?

Ternyata bukan. Bukan lagi erangan seperti itu yang menjadikan lecutan semangat itu kembali bangun. Iya. Bukan lagi.

Lantas?

Ada yang mesti saya raih. Ah, saya? Bukan kita lagi?

Bukan.

Baiklah. Segala mimpi dan impian yang dulu, dulu pernah ditunaskan saat itu. Saat ini bukan lagi mimpi yang mesti menjadi harapan-harapan yang harus ada dalam tujuan hidup.

Bukan lagi.

Ya, meskipun banyak yang mengatakan, bahwa ketika kamu memiliki harapan dan impian, sama saja kau memiliki tujuan hidup. Tidak mengalir seperti biasanya.

Pahamilah. Ada yang masih mesti saya raih sebelumnya.

Sebelum mengejar impian memijakkan kaki di ranah maple bermusim.

Raih?

Apa itu?

Ini tentang sebuah kelokan yang tidak disangka-sangka, tepatnya.

Ini tentang mimpi yang dulu, dulu sekali.

Dan atmosfirnya mulai kembali berkelabat ketika semua yang kita sebut mimpi, impian, mulai bercahaya satu per satu.

Pahami.

Sebab meraih itu, adalah mencapai segala-galanya, tanpa sesal, tanpa keluh, namun mengabadi.

Ingin kau tahu?

Iya.

Rindu itu.

Rindu kembali pada pelukan-Nya.

Rindu yang mesti segera dituntaskan.

Menjelang petang,

Makassar, April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^