Senin, 13 April 2015

Monolog Rindu 9: Kekanak


Mungkin, saat ini kita telah lelah, pada derap-derap  harap yang dibuai waktu.

Mungkin, kita telah jengah pada jiwa-jiwa kita, yang dulu pernah hanya banyak bicara.

Mungkin, pula, pernah ada kisah-kisah yang telah kita lewatkan, seiring keraguan-keraguan yang dulu, dan selalu saja berusaha kita pahami bersama.
….

Ketika bulan-bulan penghujan saat itu datang berbaris-baris.

Ditangan-tangan hujan yang basah, sekali waktu ada potongan gerak yang menunjukkan tawa-tawa pada rerintik.

Dari bujukan dalam rumah, payung warna-warni yang mengembang, punggung yang menjauh dari riuh hujan, pundak tegap, wibawa kebapakan, dan penerimaan dekapan perempuan yang hangat dilapisi handuk lembut.

Dulu, pada penerimaan-penerimaan riang bersama angin dan hujan, pernah ada deretan-deretan mimpi dan harap-harap yang berubah-ubah.

Dulu, dari setiap rengekan-rengekan, selalu ada tumpukan-tumpukan ingin, yang dalam durasinya menunggu ditemui pada masanya.

Dulu, dari ratap-ratap yang bersusun pada jelang lelap, elusan-elusan doa mengalir melalui ubun-ubun kecil yang bertaut selimut.

Sedang pada waktunya yang saat ini telah mendewasa, menatap apa yang menjadi sangsi, adalah selesapan ragu pada langkah-langkahnya yang terlalu jauh menapak. Terlalu jauh menghindar.

Menemui pesan ibu, sesungguhnya hidup adalah tak mudah, hidup adalah menerima, hidup adalah memberi, hidup adalah semua yang dicecap, walau tak suka.

Ketika jarak disuatu waktu mengiris rindu,  

Tatapi tumpukan-tumpukan waktu yang pernah memberi ruang, untuk hadir dalam kasih dan kasih.


Sebab mendewasa adalah niscaya,

Makassar, Pebruari-April 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^