(Untuk
perempuan yang pernah memahami di beberapa waktu)
Jikalau telikung waktu
bukan musabab penyelaras rasa, apa yang menjadikannya melekat? Sama halnya pada
lepasan-lepasan masa yang berlalu dengan ringannya, apa yang selalu
menjadikannya patut disesali? Selalu riskan jika memilih untuk hanya mendiamkan
ataupun memilih raut datar.
Hei, bibir. Apa yang
menjadikanmu selama ini begitu licin? Begitu tajam menusuk-nusuk positif hati
Adam?
Apa yang salah?
Hei, wajah. Apa pula
yang menyebabkan elokmu begitu didamba? Bukankah riak-riak kesucian lebih utama
menjaganya?
Jikalau lepas-lepas
sipu menjadi rona dan ranum, apa yang menghalanginya untuk mengelak tenggelam
pada rayuan-rayuan picisan?
Untukmu yang sepertiku:
Ketika kita telah
memahami diam-diam yang dirasa lebih berarti ketika berkata, selalu seperti
saja hati meronta.
Sebab kutahu jika
renggas-renggas angin -pula pernah disuatu detik- memilih meninggalkan dedaun
coklat yang kita tatap bersama. Kelip-kelip juga pernah menjadi karib kita pada
senja yang marun.
Disuatu waktu pula,
senyummu pernah bercerita panjang tentang impianmu menjejak negeri berantah. Mengaminkannya
dalam senyumku adalah sebuah kasih sayang harapan.
Sama sepertimu,
impianku juga sepertimu.
Kesyukuran yang berarti
ketika Tuhan menjadikan kita tanpa sekat, dalam jalinan persaudaraan.
Untukmu yang (kelak tidak
boleh) sepertiku:
Mafhum ketika kekhawatiran-kekhawatiranku
menepuk keingintahuanmu. Ada cerita yang selalu kusisipkan untuk menjadi
pelajaran dalam hidupmu. Meskipun berkisah dalam hal yang tak boleh kau ikuti.
Mengingat kenangan,
bukan pula suatu hal yang mesti menjadikan helai-helai kisah terlihat seperti
bunga. Mengingat kenangan, sama seperti ketika jiwa-jiwa masih betah duduk diam
menatap debu jalanan yang saling berkejaran. Ya, mengingat kenangan bukan
sesuatu yang penting untuk kita kisahkan, bahkan untuk menertawainya. Seperti itulah,
ketika mengingat kenangan menyamakan dengan lepuh yang menghitam.
Kamu tahu kan, lepuh
itu?
Ya. Semua lepuh di
dunia ini adalah sakit. Tak indah, selalu kurang sedap untuk kau tatap pula. Bahkan
ketika ia mengering, bekasnya tak selamanya bisa pudar. Mungkin bisa juga
menambah kerih di lapisan-lapisan kulitmu.
Ingat ini, perempuan. Kenangan
tidak selalu enak menjadi teman seduhan kopi atau teh yang kau candu dalam
cangkirmu di awal hari. Juga untuk lamunanmu ketika menatap rinai dari balik
jendela kamarmu. Karena kenangan adalah wajah dari masa lalu. Ia picik. Selalu saja
datang dengan seenak jidatnya. Bahkan sewaktu-waktu juga akan pergi sekenanya,
bersama keraguan-keraguan hatimu.
Ingatlah, perempuan. Jangan pernah biarkan kenangan menaklukkan
kita seperti saat hujan bersama dingin yang kadang kala sama-sama membuat kita
terbaring lemah. Jangan lagi jadikan itu sebagai pembicaraan dari topik-topik
perbincangan kita.
Perempuan, kamu ingat
kan, tentang bunga randa tapak yang selalu kusukai? Masih kau ingat, tentang
filosofinya? Mungkin terkadang kamu bosan ketika kubercuap panjang lebar
tentang bunga ini. Tapi tak apalah, jika itu tidak cukup buruk kau biarkan
ceritaku singgah sesaat di telingamu. Tak apa, itu juga menjadi harapku: cukup
jadikan filosofi bunga itu untuk sebagian dalam prinsip hidupmu.
Harap-harapku untukmu,
seperti harap-harapmu untukku, perempuan.
Terima kasih telah
memahamiku di beberapa waktu.
Semoga Allah masih
memperkenankan kita bersama, saling memahami.
Selalu.
(Uhibbuki
fillah, ukhti) ^_^
VAA Makassar, 19 Mei 2014
Ismi ... haru mengumpul di dadaku. ^^
BalasHapusSubhanallah, semoga haru itu bisa bermuara pada yang tepat
Hapus#eh
:D
Saat tiba di bagian "Ingat ini, perempuan" seolah-olah Ismi sedang berkata, "Ingat ini, Fiqah!" Dan, sudah tercekat begitu tiba di bagian " Jangan pernah biarkan kenangan menaklukkan kita seperti saat hujan bersama dingin yang kadang kala sama-sama membuat kita terbaring lemah. Jangan lagi jadikan itu sebagai pembicaraan dari topik-topik perbincangan kita."
BalasHapusAih, Ismi... kayak mauka menangis.
Sini, Fiq, bahuku siap menampung tangismu :)
HapusYang terpenting, ini bukan tentang dirimu (tak apa jika menganggap itu seperti dirimu).
Tapi ini tentang perempuan yang lain (yg belum lama kukenal), dan telah kucintainya karena Allah.
Ah, dan mencintai karena-Nya selalu saja begitu indah ya, Fiq :)
#SayangFiqahJugaKarenaAllah ^_^
kerenn tapi keak women only ini heheh
BalasHapusWow :D
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus