Sabtu, 24 Mei 2014

Telikung

“Karena Allah memilih dia untukmu, dan memilihmu untuknya.”
(Rahma Afnan)

Percayalah, ketika masa telah ditentukan waktu putusannya untuk menggugurkan kering-kering layu bebatangan kuncup, maka Sang Penentu hanya andil pada kepastian-kepastian. Percayalah, ketika semai-semai berbagai kisah dipautkan dalam jalinan potongan-potongan kekata, maka diri bukanlah lagi seserahan pada yang menginginkan.

Ketika ikatan-ikatan dengan sengaja menghimpun rasa-rasa yang memanusia, kepercayaan akan perlahan tumbuh membangun jiwa-jiwa. Itulah, bahwa menelikungkan hati-hati pada anjuran-Nya, adalah sebuah kemuliaan pada penghambaan insan-insan.

Mendewasa bukan suatu hal yang mudah. Kejutan-kejutan kecil terkadang muncul menampakkan malu-malu. Ya, itu karena kita telah sama-sama belajar. Belajar memahami dari masing-masing diri kita.

Baiklah. Mungkin waktu agak tertinggal ketika menuliskan ini.

Kusebut kamu perempuan yang lain, Kak.

Beberapa kisah menjadikan aura hidup kita sangat basah. Mengingat jelas, bahwa perbedaan fiqrah tak pernah menjadi masalah bagi kita untuk memahami titah-Nya.

Dulu, Kak, ada siang menjelang senja yang seksama mencoba memahami keluh-keluhmu. Siang itu menjadikan kalimat-kalimat kita menguap tak tentu arah. Iya Kak, mungkin kau sadari pula betapa kesalnya dirimu, saat itu.

Bukan hanya pada waktu itu saja. Masih pada siang yang berbeda, ada cerita-cerita yang kau coba embunkan dari gerahnya hatimu. Dari tuturmu, nampak jelas hentakan-hentakan itu di telingaku. Kau sampaikan itu, mungkin pula untuk kaucoba menyirami hatimu.

“Ini bisa kau jadikan sebuah cerpen.”

Begitu saranmu, ketika kedua mataku hanya bisa tersenyum sambil sedikit menanggapi.
Baiklah, Kak. Itu kisah tentang kerisauanmu, dulu sekali. Terkadang sama sekali tidak menyangka, bahwa memahami dan memaknai sebuah kisah, tak mesti pada tiap-tiap manusia yang kita anggap seideologi.

Ataukah mungkin hanya butuh kuping yang mau rela mendengar dengan perhatian? Mungkinkah pula kau sudah terlanjur menganggapku sebagai penyimak yang baik, Kak? Padahal kukira ada banyak adik-adikmu yang seperti perkiraanku. Entahlah.

Kemarin, kabar bahagiamu telah dimuarakan pada Lauhul Mahfudz.

Haru-haru itu masih melekat diingatanku sampai hari ini, Kak. Masih teringat pula, ketika selalu berusaha menemanimu dalam prosesi-prosesi sakral yang telah lama kaunanti. Ya, masih teringat pula ketika goresan-goresan wajah kecemasanmu sempat tergaris bersama kebahagiaan.

Bahkan, ketika juang dakwahmu masih tetap kaupertahankan, saat waktu-waktu menjadikannya tak sesuai dengan risalah-risalah-Nya yang telah lama kaupahami. Dan haru itu kembali hadir untuk istiqomahmu, Kak.

Bahagia selalu tercurah untukmu, yang telah mendapati teman hidup di sisa usiamu.

Benar, bahwa dia adalah seorang terbaik yang telah dipilihkan untukmu, untuk anak-anakmu yang soleh dan solehah, kelak.

Benar, bahwa dia seorang adalah lelaki terbaik yang bersamamu akan selalu menjaga dan membimbing dalam tapak-tapak kehidupanmu, Kak.

Mungkin pula akan ada banyak cerita yang lahir ketika telikung itu telah melewatkan waktu pada kalian.

Semoga berkah selalu dan senantiasa tercurah pada kalian untuk sama-sama mendewasa, menua, dan menyetia di dunia maupun di akhirat kelak.

“Barakallahu lakuma wa Baraka ‘alaikuma wal jama’ah bainakuma fii khair.”












Sebuah kado pernikahan untuk:
Kak Ayu Nirmawati Muhammad (Maros, 21 Mei 2014)
“Maaf, belum bisa memberimu kado pernikahan di dunia nyata, karena terlupakan waktu itu.” :D


Makassar, 22-24 Mei 2014

2 komentar:

  1. Kak Ayuuu ... :) :)

    Barakallahu, Kak. (^_^)

    BalasHapus
  2. barakkalaah K Ayuu... mf nda bisa hadir :/,
    any way... ternyata ada kutipanku.. hihhi..GR ka hhahha

    BalasHapus

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^