Kamis, 22 Mei 2014

Lepuh

(Untuk perempuan yang pernah memahami di beberapa waktu)

Jikalau telikung waktu bukan musabab penyelaras rasa, apa yang menjadikannya melekat? Sama halnya pada lepasan-lepasan masa yang berlalu dengan ringannya, apa yang selalu menjadikannya patut disesali? Selalu riskan jika memilih untuk hanya mendiamkan ataupun memilih raut datar.

Hei, bibir. Apa yang menjadikanmu selama ini begitu licin? Begitu tajam menusuk-nusuk positif hati Adam?

Apa yang salah?

Hei, wajah. Apa pula yang menyebabkan elokmu begitu didamba? Bukankah riak-riak kesucian lebih utama menjaganya?

Jikalau lepas-lepas sipu menjadi rona dan ranum, apa yang menghalanginya untuk mengelak tenggelam pada rayuan-rayuan picisan?

Untukmu yang sepertiku:

Ketika kita telah memahami diam-diam yang dirasa lebih berarti ketika berkata, selalu seperti saja hati meronta.

Sebab kutahu jika renggas-renggas angin -pula pernah disuatu detik- memilih meninggalkan dedaun coklat yang kita tatap bersama. Kelip-kelip juga pernah menjadi karib kita pada senja yang marun.

Disuatu waktu pula, senyummu pernah bercerita panjang tentang impianmu menjejak negeri berantah. Mengaminkannya dalam senyumku adalah sebuah kasih sayang harapan.

Sama sepertimu, impianku juga sepertimu.
Kesyukuran yang berarti ketika Tuhan menjadikan kita tanpa sekat, dalam jalinan persaudaraan.

Untukmu yang (kelak tidak boleh) sepertiku:

Mafhum ketika kekhawatiran-kekhawatiranku menepuk keingintahuanmu. Ada cerita yang selalu kusisipkan untuk menjadi pelajaran dalam hidupmu. Meskipun berkisah dalam hal yang tak boleh kau ikuti.

Mengingat kenangan, bukan pula suatu hal yang mesti menjadikan helai-helai kisah terlihat seperti bunga. Mengingat kenangan, sama seperti ketika jiwa-jiwa masih betah duduk diam menatap debu jalanan yang saling berkejaran. Ya, mengingat kenangan bukan sesuatu yang penting untuk kita kisahkan, bahkan untuk menertawainya. Seperti itulah, ketika mengingat kenangan menyamakan dengan lepuh yang menghitam.

Kamu tahu kan, lepuh itu?

Ya. Semua lepuh di dunia ini adalah sakit. Tak indah, selalu kurang sedap untuk kau tatap pula. Bahkan ketika ia mengering, bekasnya tak selamanya bisa pudar. Mungkin bisa juga menambah kerih di lapisan-lapisan kulitmu.

Ingat ini, perempuan. Kenangan tidak selalu enak menjadi teman seduhan kopi atau teh yang kau candu dalam cangkirmu di awal hari. Juga untuk lamunanmu ketika menatap rinai dari balik jendela kamarmu. Karena kenangan adalah wajah dari masa lalu. Ia picik. Selalu saja datang dengan seenak jidatnya. Bahkan sewaktu-waktu juga akan pergi sekenanya, bersama keraguan-keraguan hatimu.

Ingatlah, perempuan.  Jangan pernah biarkan kenangan menaklukkan kita seperti saat hujan bersama dingin yang kadang kala sama-sama membuat kita terbaring lemah. Jangan lagi jadikan itu sebagai pembicaraan dari topik-topik perbincangan kita.

Perempuan, kamu ingat kan, tentang bunga randa tapak yang selalu kusukai? Masih kau ingat, tentang filosofinya? Mungkin terkadang kamu bosan ketika kubercuap panjang lebar tentang bunga ini. Tapi tak apalah, jika itu tidak cukup buruk kau biarkan ceritaku singgah sesaat di telingamu. Tak apa, itu juga menjadi harapku: cukup jadikan filosofi bunga itu untuk sebagian dalam prinsip hidupmu.

Harap-harapku untukmu, seperti harap-harapmu untukku, perempuan.
Terima kasih telah memahamiku di beberapa waktu.
Semoga Allah masih memperkenankan kita bersama, saling memahami.

Selalu. 

(Uhibbuki fillah, ukhti) ^_^


VAA Makassar, 19 Mei 2014

7 komentar:

  1. Ismi ... haru mengumpul di dadaku. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah, semoga haru itu bisa bermuara pada yang tepat
      #eh
      :D

      Hapus
  2. Saat tiba di bagian "Ingat ini, perempuan" seolah-olah Ismi sedang berkata, "Ingat ini, Fiqah!" Dan, sudah tercekat begitu tiba di bagian " Jangan pernah biarkan kenangan menaklukkan kita seperti saat hujan bersama dingin yang kadang kala sama-sama membuat kita terbaring lemah. Jangan lagi jadikan itu sebagai pembicaraan dari topik-topik perbincangan kita."

    Aih, Ismi... kayak mauka menangis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sini, Fiq, bahuku siap menampung tangismu :)
      Yang terpenting, ini bukan tentang dirimu (tak apa jika menganggap itu seperti dirimu).
      Tapi ini tentang perempuan yang lain (yg belum lama kukenal), dan telah kucintainya karena Allah.

      Ah, dan mencintai karena-Nya selalu saja begitu indah ya, Fiq :)

      #SayangFiqahJugaKarenaAllah ^_^

      Hapus
  3. kerenn tapi keak women only ini heheh

    BalasHapus

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^