Rabu, 01 Januari 2014

TOWR FLP Sulsel 2013: Kontemplasi dan Cerita-Cerita

Baiklah. Mungkin waktu telah sangat jauh tertinggal ketika kutuliskan ini. Ada banyak yang terlewatkan. Tentang cerita-cerita. Kisah-kisah. Karena hanya masalah waktu dan kesalahpahaman keinginan. Apa yang salah ketika urusan-urusan saling menindih, saling berdesakan, tanpa memikirkan betapa ringkihnya tubuh ini?

Ah. Tak lain ini adalah kesia-siaan yang  kembali terulang.

Penyesalan!

Penyesalan datang lagi, ya?
Sudah berapa lama kau membuang-buang lagi waktumu?
sudah berapa banyak kekata yang tidak kau acuhkan untuk rumah keduamu ini?
Seberapa pentingnya urusan-urusan itu, sehingga belakangan kamu memilih untuk diam tak berkata dalam beberapa waktu?

Bukankah diluar sana telah banyak ide yang menawarkan dirinya untuk kau nyatakan dalam himpunan kata?
Bukankah keberpihakanmu pada banyak orang, pada tangan-tangan remaja mereka, pada kajian-kajian kalam-Nya, (pada sosialismu, lebih tepatnya) membuatmu anyir pada kekatamu yang dulu?

Sudahlah, hati. Kutahu, bahwa aku telah sangat banyak melewatkan waktu. Melewatkan banyak lipatan-lipatan peristiwa yang seharusnya –dulu- bisa kurekam dalam ikatan-ikatan kata. Maka, berusaha kuhadirkan diriku pada suatu waktu yang menyeretku untuk memaksa memeluk kembali kekata.

Ya! Kembali memeluknya dari dekapan yang melonggar. Dekapan yang –dulu- kuibaratkan sebagai salah satu jalan hidupku. Menjadi seorang penulis.

Ia Yang Maha Menyayangi. Yang akhirnya mengiznkan raga ini bisa berkumpul (kembali) bersama pejuang pena. Meski amanah dan tuntutan lain juga merengek untuk diperhatikan. Tapi bermula lagi kepada niat ini, yang ingin mengembalikan gairah menulis yang telah lama terkikis oleh kepadatan retorika dalam gerak-gerak lainnya.

Baiklah. Akan kuceritakan -lebih tepatnya mencoba merekam jejak-jejak melalui kata- kisah akhir di penghujung desember akhir tahun ini. Sebagai penebus kesalahanku.

Bermula, ketika akhir tahun di dua tahun yang lalu (desember 2011), Allah menakdirkanku dan beberapa calon penulis lainnya duduk bersama dalam suatu kegiatan “TOWR FLP Sulsel 2011 Pucak, Maros” dan juga bergabung di keluarga besar Forum Lingkar Pena (FLP).

Tiga hari kami diberikan ilmu, saling berbagi kisah dan juga cerita. Masih teringat jelas juga dari candaan kami yang mengalir saat malam sebelum meninggalkan Pucak, bersama “Keluarga Pucak Sepoi-Sepoi”. Heboh juga kami saat itu, mendeklarasikan terbentuknya “keluarga” itu.
Sangat teringat jelas keakraban kami, Fiqah, Wina, Arini, Neya, Icha, Cita, Army, Suthe’, Ima, dan juga diriku.

Namun, setelah lebih kurang dua tahun kemudian, saat TOWR di Bantimurung kemarin, hanya aku dan Fiqah yang bisa ikut kembali berkontribusi di kegiatan TOWR Sulsel di Bantimurung, meskipun bukan lagi sebagai peserta, tetapi sebagai panitia di kegiatan ini.

Tapi mungkin seperti itulah jalannya. Kami tak bisa berkumpul bersama lagi, mengingat tuntutan akademik yang masih mereka prioritaskan belakangan ini, dan juga tuntutan-tuntutan lainnya.

Namun Fiqah, ya, Fiqah. Si perempuan Azure Azalea yang juga saat itu ,ternyata, merindukan kehadiran Keluarga Pucak Sepoi-Sepoi. Tapi entah diriku yang terkadang malu-malu jika harus mengekspos Keluarga Pucak Sepoi-Sepoi. Entah kenapa.

Dua puluh tujuh hingga dua puluh sembilan desember 2013 -kurang lebih dua tahun sejak kebersamaan di Pucak ada di hidupku(kami)- masih mutlak bahwa setiap tempat memiliki cerita. Setiap peristiwa memiliki kenangannya sendiri.

Bantimurung. Sebuah tempat wisata di kabupaten Maros, yang terkenal dengan kupu-kupu dan air terjunnya. Lokasi ini sungguh sangat tidak asing bagiku, baik nama maupun tempatnya. Ini sungguh sangat berbeda dengan Pucak, yang dulunya sangat asing nama dan tempatnya bagiku, meski berada di kabupaten yang sama.

Dua puluh tujuh desember, siang itu, tepatnya hari Jumat. Sungguh jumat barokah. Kami dipertemukan dalam satu kepentingan. Sama-sama berkepentingan menuntut ilmu, apapun peran kami dalam kegiatan itu. Kami sama-sama datang untuk belajar.

Setelah berkumpul di sebuah lokasi sebelum berangkat, akhirnya kami berada di lokasi kegiatan. Subhanallah, seketika terkagum-kagum dengan lokasi TOWR kali ini. Sebuah penginapan yang memiliki kolam renang dengan air berwarna hijau, (cukup bertanya-tanya juga, kenapa air kolamnya berwarna hijau, berbeda dengan kolam renang anak-anak yang tampak jauh memamng airnya sangat jernih) pohon kelapa dan karts yang menjadi latarnya. Tak lupa pula awan yang sesekali melepaskan gerimis. Semuanya terlihat tersusun secara apik.
      
 Malam akhirnya bertemu kami, setidaknya mempertemukan kami dalam forum. Kami memulai malam itu dengan materi “Dakwah dan Kepenulisan”. Ibunda Rahmawati Latief, nama yang tidak asing bagiku namun kali pertama bertemu dalam kehangatan beliau malam itu, bergabung dan menyuguhkan kami ilmu. Kembali menyadarkan kami, bahwa menulis haruslah memiliki tujuan yang baik, bahwa menulis hanya untuk kebaikan, untuk kemaslahatan ummat. Sangat tersadar dengan garis besar yang disampaikan beliau. Sadar akan beban seorang penulis terhadap tulisan-tulisan yang dibuat. Bahwa segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan, kelak.

Keesokan pagi, mengantarkan kami pada suguhan materi Mbak Afifah Afra. Salah satu penulis yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Ah, juga karyanya. Bukunya yang tidak sempat kumiliki karena kehabisan. Kekagumanku pada karya-karya beliau, semakin membuat penasaran untuk memiliki buku-bukunya.

Siang menjelang sore datang, Mbak Dalasari Pera menyapa kami dengan ilmu-ilmu puisinya. Keberuntunganku menemani beliau selama menyampaikan materi, kembali menambah ilmuku dalam perpuisian. Rasanya rindu, rindu sekali ingin kembali menyelami dunia puisi yang telah lama jauh.

Singkatnya, Kak S. Gegge Mappangewa juga setia hadir menemani kami. Membimbing dan mengarahkan kami dalam kepenulisan, juga motivasi menulisnya yang sangat bermanfaat.

Hingga, pagi hari terakhir pada sesi travel writing, tak kalah menariknya ketika kami berhasil menaklukkan ratusan anak tangga yang mendaki, curam, becek, dan licin untuk mencapai gua mimpi. Di gua mimpi, kami sempat mengamati stalaktit dan stalagmit, meski tidak secara menyeluruh ke dalam gua. Tapi kami beruntung sudah menaklukkan perjalanan menuju gua. Juga air terjun yang saling memburu deras, setelah ditemani hujan dan gerimis.
                                                bersama Kak Irna, Kak Dian, Ika, dan Kak Mita

Terakhir. Setelah semua sesi selesai, setelah rangkaian penutupan juga telah dirampungkan, kami bersiap untuk berpisah. Tak lupa juga menggendong Asiyah Salsabila, putri dari salah satu peserta TOWR, ibu muda yang berusia 18 tahun, Shafiyah Zakiah. Bahagia juga bisa bertemu keduanya. Dua perempuan yang menyatu dalam keluarga besar FLP. Beruntung bisa mengenalmu, Zakiah. Banyak belajar darimu (meski cuma banyak memerhatikan gerak-gerikmu mengurus Asiyah disela-sela menerima materi, juga semangatmu mengikuti kegiatan hingga selesai tanpa terbebani tanggung jawab sebagai seorang ibu), setidaknya ini juga sebagai bekal bagiku sebelum menjadi seorang ibu. 

Senang bisa menggendongmu, Asiyah. Semoga tetap seperti itu, menjadi anak sholeha dan tidak rewel. Akan selalu merindukanmu, adik cantik. Semoga kita bisa dipertemukan dan menggendongmu kembali di lain waktu.

Satu lagi yang tidak akan terlupakan dari kisah ini. Ketika kami berpisah, saling berjabat tangan dan berpelukan. Erat, erat sekali. Berharap itu bukanlah yang terakhir. Sebagai salah satu bahasa tubuh dari indahnya ukhuwah kita dan indahnya pertemuan kita.

Semakin berharap. Semoga ini bukanlah yang terakhir. Tetapi ini sebagai permulaan yang manis untuk kita, sama-sama memperjuangkan Dakwah bil Qalam.  

Semoga.  ^_^

Momen sebelum berpisah: para akhwat panitia dan SC


Bersama hujan dalam Ashar,

VAA Makassar, 1 Januari 2014



4 komentar:

  1. terlalu banyak yang ingin saya tuliskan tentang kisah kemarin, dari awal hingga akhir.. ingin merangkainya menjadi tulisan yang sempurna.. hingga saya kebingungan harus mengawali dari mana. terlalu banyak yang ingin saya ungkap.. tentang pertemuan pertama kita, tentang ketelatan saya, tentang pesona yang terbentang di depan kolam renang, tentang kaki yang mendaki anak tangga hingga kita sampai di gua. terlalu banyak hingga sampai detik ini saya masih berpikir bagaimana cara merangkainya dengan sempurna. dan jika kesempurnaan itu yang saya inginkan.. tulisanku tak kan pernah jadi.

    Terimakasih Ismi, lewat perkenalan kita yang bukan kebetulan itu karena saya yakin begitulah cara Tuhan mempertemukan kita sehingga saya yang sempat tenggelam dari pejuang pena.. bisa kembali menampakkan diri. dan ikut menyesapi keindahan ukhuwah yang kita rasakan bersama. terima kasih:)

    catatan ini menjadi kenangan rindu kita:) Insya Allah tulisanku menyusul meskipun telat sih datangnya.

    Semangat menulis IMMawati:)





    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah..
      Alhamdulillah, nikmat terbesar juga sy rasakan ketika bertemu dengan salah satu saudari seperjuangan, seikatan.
      Sy iri dengan IMMawati yang satu ini, yang jam terbangnya dalam kepenulisan di blogger sudah ribuan, meskipun jarang menampakkan dirinya di FLP. Tunggu sy akan berguru pada dirimu. :D
      Sampai kapan pun, tulisanmu akan sy tunggu, IMMawati. ^_^
      Semoga jalinan tali ukhuwah kita semakin erat di FLP dan semakin istiqomah dengan Dakwah bil Qalam.
      Barakillah.. ^_^

      Hapus
  2. Balasan
    1. terharu knapa, dek?
      cep,cep,cep..
      nanti airmatanya di hapus pake' mangga :D

      Hapus

Jangan lupa tinggalkan jejak ^_^